BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang
bersifat kronis progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia
Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun
keluarga. Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang
bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi
ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah
penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit
penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata
menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada
umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 %
pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa definisi penyakit parkinson ?
2.
Apa etiologi penyakit parkinson ?
3.
Bagaimana patofisiologi penyakit parkinson ?
4.
Apa saja klasifikas parkinson ?
5.
Apa saja gejala klinis penyakit parkinson ?
6.
Bagaimana diagnosis penyakit parkinson ?
7.
Bagaimana pemeriksaan penunjang pada penyakit parkinson ?
8.
Bagaimana penatalaksanaan penyakit parkinson ?
9.
Bagaimana prognosis penyakit parkinson ?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui definisi penyakit parkinson
2.
Mengetahui etiologi penyakit parkinson
3.
Mengetahui patofisiologi penyakit parkinson
4.
Mengetahui klasifikasi penyakit parkinson
5.
Menyakit gejala klinis penyakit parkinson
6.
Mengetahui diagnosis penyakit parkinson
7.
Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit parkinson
8.
Mengetahui penatalaksanaan penyakit parkinson
9.
Mengetahui prognosis penyakit parkinson
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau
sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena
gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal
dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit
neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini
mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas
substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang
terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada
parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe
nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus
dari saraf kranial, sistem saraf otonom.
Insidensi penyakit parkinson yaitu,penyakit
Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65
tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh
dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai
3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000
penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta
orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia
penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun.
Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih
banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.
B.
ETIOLOGI
Etiologi Parkinson primer belum diketahui,
masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi
oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap
virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel
otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur
gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita
tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me
bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa
menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.
1.
Usia : Insiden meningkat
dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada
usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi
kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit parkinson.
2.
Geografi :
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per
100.000 orang. Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis
ini termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan
terhadap faktor lingkungan.
3.
Periode :
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap
periode mungkin berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik,
misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo
Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara
tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara
relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4.
Genetik :
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang
berperan pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya
disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga
meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada
usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun
sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada
usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan
kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus
penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
5.
Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor dari lingkungan yang bisa
menyebabkan penyakit parkinson, yaitu :
a.
Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menmbulkan kerusakan mitokondria.
b.
Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
c.
Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi
faktor predesposisi penyakit
parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan
adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d.
Diet
Konsumsi
lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
e.
Trauma kepala
Cedera
kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih
belum jelas benar
f.
Stress dan depresi
Beberapa
penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan
stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi
terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
C.
PATOFISIOLOGI
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai
mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal
bebas dan hipotesis neurotoksin.
1.
Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine
dapat merusak neuron nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren
peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk
mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin
mekanisme ini gagal.
2.
Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik
berpera pada proses neurodegenerasi pada Parkinson.Pandangan saat ini menekankan
pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan
dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah
mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan
gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk
gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang
terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari
gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia
basalis (kaudatus, putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak
(substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan
sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :
a.
Piramidal ; kelumpuhan
disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek superfisial yang abnormal
b.
Ekstrapiramidal :
didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
c.
Serebelar : ataksia alaupun
sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
d.
Neuromuskuler : kelumpuhan
sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang menurun.
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson
sampai saat ini belum diketahui pasti. Namun teoritis diduga hal ini
berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi
sel-sel neuronyang meliputi berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya
substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis, hipotalamus,
pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus central
pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada
otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi
antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%,
dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini
merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan
berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen
(berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin
berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus
posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di
lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis.
Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin,
leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid
menyebabkan perubahan neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana
perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward,
mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam
proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi
keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan
apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain
dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem
ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini
akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan dengan
berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk
mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri
dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri.
Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas akan
menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik berperan
dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan
seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan
nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi.
Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran
dari sindrom klasik depresi.
D.
KLASIFIKASI
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson
mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat
gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.
1.
Parkinsonismus primer/
idiopatik/paralysis agitans
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis,
tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini.
2.
Parkinsonismus sekunder
atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi
lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya
perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju,
infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3.
Sindrom paraparkinson
(Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson
(degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager,
degenerasi striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).
E.
GEJALA KLINIS
Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya
milik penderita parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
1.
GEJALA MOTORIK
a.
Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari
pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang
tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor
(bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan
sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor,
yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor
kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung
uang logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan
fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala
fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu
emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau
kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah
dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika
tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor
tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun
semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi
b.
Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas).
Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara
perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti
melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi
terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa
juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi
seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan
postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak
jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor
dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas
motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon)
c.
Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang
mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan
penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat
pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah
menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa
menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.
Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan
berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga
berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit
memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan
bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka
serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng,
kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut.
d.
Tiba-tiba Berhenti atau
Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti
di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan
start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi
sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi.
Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping
itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena
berkurangnya gerak menelan ludah.
e.
Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil
dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini
f.
Langkah dan gaya jalan
(sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan
makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke
dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g.
Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas
otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau
mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan )
yang lambat
h.
Dimensia
Adanya perubahan status mental selama
perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
i.
Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung
kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir
dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
j.
Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada
pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
2.
GEJALA NON MOTORIK
a.
Disfungsi otonom
1)
Keringat berlebihan, air
ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi
ortostatik.
2)
Kulit berminyak dan infeksi
kulit seborrheic
3)
Pengeluaran urin yang
banyak
4)
Gangguan seksual yang
berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b.
Gangguan suasana hati,
penderita sering mengalami depresi
c.
Ganguan kognitif,
menanggapi rangsangan lambat
d.
Gangguan tidur, penderita
mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.
Gangguan sensasi,
1)
kepekaan kontras visuil
lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
2)
penderita sering mengalami
pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan
sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban
atas perubahan posisi badan
3)
berkurangnya atau hilangnya
kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
F.
DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1.
Tekanan darah diukur dalam
keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
2.
Menilai respons terhadap
stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut
dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang san gat, berarti
belum berespon terhadap medikasi.
3.
Mencatat dan mengikuti
kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan
menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri
diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up
berikutnya.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
EEG (biasanya terjadi
perlambatan yang progresif)
2.
CT Scan kepala (biasanya
terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo).
H.
PENATALAKSANAAN
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat
ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan
operasi dapat mengatasi gejala yang timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat
individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk
pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki
tremor, rigiditas, dan slowness.
Perawatan pada penderita penyakit parkinson
bertujuan untuk memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu.
Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti
terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan
kegiatan sehari-hari.
1.
Terapi Obat-obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit
parkinson:
a.
Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane).
Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan
pergerakan.
b.
Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk
penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa
akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam
amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat,
mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi
inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai
neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan
memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani
aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an,
levodopa dianggap merupakan obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini.
Levodopa dianggap merupakan tulang punggung pengobatan penyakit parkinson.
Berkat levodopa, seorang penderita parkinson dapat kembali beraktivitas secara
normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis
dengan levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan
tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya.Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf
pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas
neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1)
Neusea, muntah, distress
abdominal
2)
Hipotensi postural
3)
Sesekali akan didapatkan
aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek
beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan
obat beta blocker seperti propanolol.
4)
Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan
anggota gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala
on-off yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya
mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi
sejenak.
5)
Abnormalitas laboratorium.
Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat merupakan
komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian
bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada
anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa,
jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan
tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin
agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan
tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi
bukan merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai
terapi pengganti terhadap obat-obatan yang diminum.
c.
COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol
fluktuasi motor pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah
penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang
berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama,
entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.
Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti bromokriptin
(Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin,
apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson.
Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan
menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien
yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat
dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah
yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
e.
MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect).
Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi
dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa
dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala
dari penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala
dengan dengan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat
perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya
mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia.
Kombinasi dengan L-dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini
tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah
stomatitis.
f.
Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
g.
Inhibitor dopa
dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi
dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa
dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide (
madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan
demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk
kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir
sama dengan efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
h.
Deep Brain Stimulation
(DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan
dengan cara memasukkan elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi
tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation
(DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan
komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang
disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah
target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik
rendah pada thalamus. Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang
menekan tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala
dan efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan
globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah target
tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup
yang lebih baik dengan kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan
penyakit parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson
tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS
menunjukkan keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10
orang yang menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk
melakukan akltivitas normal sehari-hari.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian
makanan harus benar-benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan
penderita mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan
gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu mengurangi
ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa
obat.
2.
Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan
merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini
bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik
terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program
jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan
penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga,
taichi, ataupun tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas,
fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu
dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan
makanan di dalam mulut.
3.
Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan
suara yang diakibatkan oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman
Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu
studi menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera
pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan
suara.
4.
Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah
dilakukan hingga tahap terapi gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak
berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN).
Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut
glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter
(GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di
STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah
GDNF. Infus GDNF (glial-derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan
menggunakan implant kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia,
GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa.
5.
Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk
memproduksi dopamine atau sel stem yang berubah menjadi sel memproduksi
dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah
randomized double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang
gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur.
- Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang
dilakukan sejak ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan
Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi
dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
- Terapi
neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron
dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan
sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346),
lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors.
Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors
(selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial
fortifier coenzyme Q10.
- Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi
klinik klinik untuk kemudian digunakan secara luas untuk mengobati pasien
Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa
mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat
besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60%
gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan
koenzim dan perkusor koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas
yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E
dosis tinggi secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada
pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim
superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat
merusak sel. Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja
yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang
memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
- Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada
penyakit bParkinson. Dalam percobaan di Bonn, studi terhadap 56 pasien
didapatkan peningkatan gejala motorik dan non-motorik di antara pasien yang
melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin seminggu selama 8 minggu. Penulis
berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang membantu peningkatan dalam
movement pasien.
Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong
tak efektif pada penyakit Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan
randomized cross-over trial untuk membandingkan latihan aerobic dengan qigong
pada penyakit Parkinson tahap lanjut.dua kelompok pasien PD dinilai, kemudian
melakukan 20 sesi baik latihan aeronik maupun qigong, dinilai lagi, kemudian
setelah selang 2 bulan, ditukar dengan 20 sesi lainnya, kemudian dinilai lagi.
Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan motorikdan fungsi kardiorespirator
setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah
mengikuti qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan aerobik tak memiliki
manfaat terhadap kualitas hidup pasien.
- Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti
sebagai salah satu pengobatan non-FDA di masa mendatang.
I.
PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan
gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa
dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan
ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit
yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup
pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD.
Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni,
dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada PD dapat
berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih
singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini
pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn pasien PD
dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang
bersifat kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan
pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine
dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine
deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di
Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada
sekitar 200.000-400.000 penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini
tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi
dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya
menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa
dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress
hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi
otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan,
gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon
terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol
sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.
B.
SARAN
Orang yang
menderita Parkinson ini harus segera dilakukan pengobatan baik dengan terapi
obat kimia atau herbal.Selain itu juga harus memperhatikan etiologi seperti ras
genetik,toksin usia serta gejala yang muncul seperti tremor,ketidakseimbangan
daya tahan tubuh.Oleh karena itu dijaga keadaan tubuh kita dalam memenuhi gizi
yang cukup.